16 Feb 2011

Panik: Jodoh saya sudah disiapkan to Tuhan rupanya


Dalam suatu masa datang ke Jogjakarta sendiri tanpa orang tua dan kakak, hanya dijemput oleh Ni Wayan, saya kembali ke kota ini dengan sejuta energi setelah menghirup udara ibu kota selama setahun. Tujuan yang terpikir saat itu adalah saya ingin belajar. Setahun sudah berlalu, justru pelajaran banyak saya temukan di luar sekolah baik pelajaran kehidupan dan pelajaran yang saya minati, sustainable development.

Hari ini pengumpulan rencana tugas akhir, layaknya mahasiswa tingkat akhir, saya pun pusing dan panik. Bedanya, tiga tahun lalu saya panik dan segera mencari jalan agar saya selamat dari tekanan (baca: semangat bikin skripsi). Ehem, entah karena faktor begaya, atau sok-sokkan saya tidak pusing. Namun tetap saja pagi ini saya panik, dalam hitungan jam, nasib dan cerita akhir saya akan tertulis dalam catatan akhir sekolah bernama Tesis.

Sejak sore kemarin saya pikir-pikir tema, sejenak saya datang refeshing menikmati Pekan Budaya Tiong Hoa pun saya galau terpikir oleh judul dan topik tersebut bahkan saat adik hendak iseng bermain tarot, saya pun iseng ikut dibacakan.

"... keduanya baik sekolah maupun pekerjaan Ratih akan berhasil karena banyak orang baik yang membantu Ratih di kantor dan soal kuliah tidak menjadi masalah besar, artinya keduanya akan mencapai keberhasilan..." begitulah tutur si pembaca tarot.

Glek! yaelah mbak, Tuhan saya mah sudah mengajari saya cara untuk mengelola waktu dan pikiran. Dan ucap syukur teman - teman saya di kantor dan dosen pun baik - baik. Ini semua berkat ibadah muamalah dan keyakinan pada ada kemudahan di setiap langkah umat saja batinku.

Eniwei, pagi ini panik teratasi dengan hanya 10 menit! whoooot?

Rupanya, Tuhan telah mempersiapkan jodoh saya (baca: topik tesis), mau saya koprol hingga jungkir balik mencari juga berakhir pada topik yang pas dihati ya itu tadi.

Ehem, rasanya saya tetap harus jeli dan perhatian pada hal - hal sekitar tidak hanya terfokus pada visioner apalagi sibuk dalam kepanikan.

Terkadang saya pun lupa untuk sejenak bernafas, tidak terburu - buru, dan menikmati waktu.
Terkadang saya menyalahkan ritme hidup di Jogja yang serba kurang gregret secepat kilat dari kerasnya ibu kota.

Ehem,
pagi ini saya belajar untuk tidak sibuk berlari dan menikmati buru - buru serta panik saya dalam setiap hal.
Menikmati waktu bukan berarti lambat,
Menikmati waktu saya anggap sebagai reward atas diri ini yang selalu dikuras energinya
Menikmati waktu bukan berarti melupakan masa depan.

Terima kasih panik, tanpa ada kepanikan saya tidak akan bisa duduk diam dan berpikir langkah selanjutnya.

Eniwei, Ibu saya seorang mudah panik, Ayah saya berkarakter lembut dan tenang, begitu juga dengan Ayah Bunda Nabila :)
So, sebuah reward bagi diri saya double tasking , panik dan menenangkan panik. Happy single moment :)

foto: papan informasi Help Point di St. Tube

2 komentar:

  1. jgan lupa bernafas...(baca:ojo lali ambegan...)
    wkwk....

    Mo'oO

    BalasHapus
  2. Siiiap, sekarang sudah bersiap mengurangi kecepatan, perlahan-lahan akan berhenti berlariiiii :)
    Kau juga yaaa, bernafaslah!
    Mari bersiap memulai hidup baruuuu. Tos! :D

    BalasHapus