28 Okt 2011

Jepang: Mendadak seperti orang kaya



"Eh 1 yen 100 rupiah?" batin dalam hati
Eits, janganlah bersenang dulu melihat papan nilai tukar mata uang asing. Nilai Yen dibandingkan dengan nilai mata uang asing lainnya memang berjarak nampak lebih miring. Heum, selamat datang pada biaya hidup yang tinggi. So, berhentilah menghitung dengan rupiah apabila Anda berada di luar negeri, atau Anda akan sering menggerutu. Nikmatilah, ini namanya mendadak seperti orang kaya! :)

Sebagai seorang muslimah, pikiran saya disibukkan oleh ketersediaan makanan halal selama tinggal di Jepang nantinya. Beruntunglah, saya tinggal di Tokyo yang mana banyak tersedia fast food sebagai alternatif terakhir, burger ikan. Semi apartement yang disewakan oleh Japan Foundation sangat nyaman. Tidak jauh dari semacam toko yang menyediakan sayuran, buah, ikan, dan bunga segar. Beruntunglah, ada dapur mini sehingga saya dapat memasak ala kadarnya. Soal kenyamanan ruangan, saya rela merogoh 288 yen untuk bunga hias. Tidak murah. Setiap mereka yang singgah ke kamar saya pun memberikan komentar. Waah segar ya ruangannya. Prinsip saya, saya akan tinggal lama di kamar ini, mau tidak mau harus dibuat sangat nyaman.

Perjalanan program Japan Foundation ini sangat unik. Kami diharuskan tinggal bersama dalam satu hotel. 23 peserta dari Asia dan Pasifik menikmati Jepang bersama. Minggu pertama kami dibawa menuju Hiroshima dan Kyoto. Ini merupakan perjalanan official dari mereka sehingga kunjungan kami disambut oleh Walikota Kota Hiroshima. Banyak media hadir dan soft diplomacy pun dimulai. Selepas dari kantor Walikota, kami menuju Museum Perdamaian Memorial Bom Atom 1945. Kami dapat melihat ruang pamer berisi foto -foto kejadian Bom Atom, dan barang - barang sisa peristiwa tersebut. Beruntung, karena ini perjalanan protokoler, kami berkesempatan untuk bertemu saksi hidup saat bom atom nuklir terjadi. Untuk ini saya akan membahasnya khusus, insya allah.

Menutup senja di pinggir pelabuhan menuju pulau khusus, MIYAJIMA Island, kami menikmati pizza italia. Heum kebersamaan yang menyenangkan. Saya satu meja dengan koordinator program ini. Oh waow! orang Jepang sangat rapi dan efisien. Untuk mengatur dan memastikan semua lancar program, hanya membutuhkan satu orang saja dan seorang dari biro tur. Sungguh hebat. Saya membayangkan itu orang Indonesia, akan lebih dari seorang.

Sesampai di MIYAJIMA Island, kami menginap di hotel yang Japanese style berisi empat orang. Japanese style dengan yukata, alas tidur dibawah, pintu ala orang Jepang. Suka lihat Oshin tidak dulu? Ya semacam di film Oshin.

KYOTO

Tidak lagi naik Japan Airlines Domestik. Tapi, SHINKANSEN! waaaah... semua tak sabar menanti kereta peluru tersebut. Luar biasa, mantap keretanya! Lagi-lagi, kerapihan sudah diperhitungan oleh Japanese. Tiket dapat dibeli secara khusus di loket Shinkansen. Diatas peron, kami diwajibkan untuk berdiri tepat pada "tanda kuning di lantainya" yang menunjukkan nomer gerbong. TEPAT! gerbong saya nomer 13, kereta peluru ini pun berhenti ditanda 13. Luaaar biasa!

Sesampai di Kyoto, pemandu wisata memandu kami cara untuk mengakses bus di Kyoto. Memberi kami peta kyoto dan peta bus. Andai di Jakarta dan kota-kota lainnya semacam ini. Peta diberikan gratis kepada siapa saja, mudahlah urusan kita semua, dan utamanya pariwisata. Tiga hari tinggal di Kyoto sangat menyenangkan, terlebih musim panas. Hmmm, sungguh saya melihat feel kota Yogyakarta disini. Musim panas ada banyak masyarakat bersantai di tepi sungai. Biasanya para pasangan dari usia muda hingga kakek nenek. Saya melihat orkestra anak-anak yang sedang unjuk kebolehan di depan halaman Starbucks. Indah sekali. Malam kami habiskan untuk menikmati Kyoto dengan melihat-lihat keramaian pusat souvenir dan festival musim panas.

"Indonesia?? Indonesia??" tiba seorang lelaki menatap tajam pada saya.
Ups, sungguh kaget dan ketakutan. Saat itu hanya mengangguk saja. Saya heran dan mungkin blitz saya menarik perhatian dirinya. Waah.. wajah orang Indonesia familiar apaya?? hahahah

Di Kyoto kami bebas kemana saja, selain acara resmi mengunjungi Golden Tample, Kyoto Museum, dan Shrine utama (heum coba saya tengok note terlebih dahulu). Cerita khusus tentang Kyoto akan saya sampaikan tersendiri, insya allah.

Kembali ke Tokyo
Shinkansen membawa kami pulang ke Tokyo. Perjalanan menempuh 2.5 jam. Shinkansen berhenti di Nagoya. Dalam hati saya penasaran dengan Nagoya. Dosen pembimbing saya sedang berada di Nagoya saat itu. Saya lihat benar-benar papan informasi berjalan bertulis NAGOYA dan membantinnya dalam hati. Dan, alhamdulillah beasiswa program JICA datang untuk ke Nagoya :)

Ups, sudah sampai di Tokyo, saatnya masuk Universitas Sophia untuk kelas musim panas.

Sampai jumpa ya di cerita selanjutnya :)