
Saya pun teramat mengerti bagaimana rasa khawatir atas jarak.
Sebagaimana seorang mama bertanya "Sampai kapan hendak berhenti naik gunung?"
Sebagaimana bunda bertanya pada saya "Ada bencana ya semakin sibuk, tant?"
Sebagaimana pernyataan ibu saya bertanya "Program apa nanti untuk adik - adik bencananya?'
Sebagaimana upaya ayah menayakan setiap program CSR di otak saya "Program apa untuk mereka?"
Sebagaimana sahabat - sahabat mengirim sms singkat padat "Sesak tidak nafasnya?"
Sebagaimana harus mendapat pertanyaan general "Apa kabar Jogja?"
Demi masa, selagi kaki dan hati ini dapat melangkah tanpa harus berdiskusi, meminta persetujuan sangat ketat ibarat melakukan aplikasi ke Eropa dengan seribu satu persyaratan ini itu, biarkan tetap melangkah.
Jarak bukan berarti pembuktian atas mitos karena hobi makan sayap ayam sehingga akan selalu terbang jauh, berjarak.
Sebagaimana isu J.a.r.a.k menjadi bahan diskusi top minggu lalu dengan hiu kecil saya, jarak terkadang membuat kita jauh dan bersalah tak bisa berada di dekat orang -orang yang kita sayangi. Jarak harus sangat dipertimbangkan.
Seberapa jauh jarak, tetap akan tiba masa dimana menghabiskan banyak waktu untuk si kecil, menemani anggota lainnya berkarya hingga larut, heboh mengucap Pagiiii dari dapur di awal hari untuk mereka. Tidak berjarak.
Hari ini, Merapi membuat saya kalap sesaknya dan pingsan.
Hari ini, Merapi membuat saya mengerti atas setiap detail kesempatan yang Tuhan berikan pada umatNya, nikmat sabar.
Hari ini, Merapi membuat jarak diwarnai penuh kesabaran.
Sabar bagaimana harus memberi pengertian pada Ayah dan sahabat kerabat atas penolakan kepulangan.
Sabar bagaimana harus mengerjakan hal - hal yang tidak biasa saya lakukan.
Sabar bagaimana para pengungsi tetap bersabar tanpa ada jarak dengan Merapi, sahabat mereka.
Sabar bagaimana Alm. Mbah Maridjan bersabar atas kontra dari Gubernur yang bukan Sultannya (baca Sultan IX bukan X sekarang).
Sabar bagaimana media justru lebay dengan pemberitaannya sehingga melupakan cara kelokalitasan keyakinan orang Jawa terhadap kondisi Merapi.
Terima kasih, Merapi.
Demi masa, sabar.
-sepertihalnya pohon yang tidak pernah tumbuh tergesa-gesa, menikmati tiap-tiap tumbuhnya satu demi satu helai daunnnya, menikmati tiap gugurnya daun lembar demi lembar, demi lembar helai daun baru..maka nikmatilah tiap detail hidupmu dan bersabar- So, apa Jarak menurutmu kawan? Apa juga gunung Merapi bagi atau menurutmu?